Mandagi : Dewan Pers Khianati Perjuangan Kemerdekaan Pers

Pada
saat melakukan verifikasi faktual di beberapa media di Makasar belum
lama ini, Muhammad Nuh mengibaratkan, perusahaan pers sebagai keluarga
sehingga yang belum mendaftar harus segera mendaftar agar menjadi bagian
dalam keluarga. Karena menurutnya, kalau ada anak yang di luar nikah
maka harus didaftar agar dapat warisan.
Menangapi hal itu, Mandagi yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pers Indonesia menilai, Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh tidak memahami sejarah dan tujuan dibentuk dan disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Menangapi hal itu, Mandagi yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pers Indonesia menilai, Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh tidak memahami sejarah dan tujuan dibentuk dan disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Pernyataan Ketua Dewan Pers itu sama saja mengkhianati perjuangan
para tokoh pers nasional yang dulu susah payah menuntut Departemen
Penerangan dan Dewan Pers dibubarkan karena selama puluhan tahun
dianggap telah memasung kemerdekaan pers,” urai Mandagie melalui siaran
pers yang dikirim ke redaksi, Sabtu, 10 Agustus 2019.
Tujuan dibubarkannya Departemen Penerangan RI dan Dewan Pers ketika itu, menurut Mandagi, salah satu alasannya adalah untuk menghapuskan syarat pendirian perusahaan pers dari kewajiban mengantongi Surat ijin Usaha Penerbitan atau SIUP karena dianggap terlalu berbelit-belit dan memakan waktu lama. Sulitnya mengurus SIUP di Departemen Peneangan RI ketika itu membuat pers Indonesia sulit berkembang.
“Kewajiban memiliki SIUP sengaja ditiadakan oleh pemerintah pada era
itu agar tidak terjadi lagi pembredelan terhadap media massa, sehingga
kemerdekaan pers yang diperjuangkan para tokoh pers akhirnya bisa
tertuang dalam Undang-Undang Pers yang baru yakni UU Nomor 40 Tahun
1999,” ulas Mandagi.
Mandagi juga menambahkan, pemerintah bersama seluruh insan pers ketika itu sepakat menyederhanakan pendirian perusahaan pers agar tidak perlu ada lagi ijin berupa SIUP demi tujuan menjamin kebebasan pers dari ancaman pembredelan media massa. “Peniadaan Ijin usaha penerbitan, pembubaran Departemen Penerangan dan Dewan pers pada masa itu adalah sejarah perjuangan kemerdekaan pers yang saat ini tergerus atau terlupakan oleh kebijakan Dewan Pers,” ujar Mandagi.
Mandagi juga menambahkan, pemerintah bersama seluruh insan pers ketika itu sepakat menyederhanakan pendirian perusahaan pers agar tidak perlu ada lagi ijin berupa SIUP demi tujuan menjamin kebebasan pers dari ancaman pembredelan media massa. “Peniadaan Ijin usaha penerbitan, pembubaran Departemen Penerangan dan Dewan pers pada masa itu adalah sejarah perjuangan kemerdekaan pers yang saat ini tergerus atau terlupakan oleh kebijakan Dewan Pers,” ujar Mandagi.
Jika sekarang ini muncul upaya Dewan Pers menjadikan lembaganya
sebagai regulator yang mengeluarkan ijin bagi perusahaan pers, menurut
Mandagi, akan sangat berbahaya bagi kebebasan pers. “Itu sama saja
dengan pengkhianatan terhadap perjuangan kemerdekaan pers,” pungkasnya.
Mandagi juga memberi peringatan keras kepada seluruh anggota Dewan
Pers yang ada agar tidak mengganggu dan merusak kemerdekqaan pers yang
dijamin UU Pers. “Beginilah jadinya jika anggota Dewan Pers yang ada
sekarang dipenuhi orang-orang yang tidak mengerti sejarah dan inti dari
UU Pers itu sendiri,” tegasnya.
Menutup press releasenya, Mandagi menandaskan, pengawasan dan
penertiban terhadap penyalahgunaan praktek jurnalistik oleh pengelola
media massa atau perusahaan pers tidak boleh serta merta membuat
kebijakan sepihak yang justeru merusak kemerdekaan pers dan hak azasi
manusia. “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak azasi warga negara diatur
dalam pasal 4 UU Pers, serta setiap warga memiliki hak untuk
mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak juga diatur dalam
Undang-Undang Dasar pasal 7,” urai Mandagi seraya meminta Dewan Pers
memahami hal itu agar tidak ada lagi perusahaan pers dituding illegal
atau tidak sah karena belum diverifikasi. Selain itu Mandagi meminta
agar Dewan Pers tidak lagi mengganggu puluhan ribu media massa yang
dituduh abal-abal karena seluruh media tersebut bakal diakomodir Dewan
Pers Indonesia sebagai konstituennya yang akan segera diverifikasi dan
disertifikasi melalui organisasi-organisasi pers konstituen DPI. ***