Ironi, Kantor Pemerintahan Kota Sawahlunto Masih Status Kontrak.
Sawahlunto, merapinews.com. - sebuah ironi mewarnai pemerintahan kota Sawahlunto, dalam kurun waktu dua dekade (20 tahun).
Kota yang berada di bekas tambang batubara PT. Bukit Asam. Prov Sumbar itu, setiap tahun harus merogoh kocek Rp. 800 juta untuk bayar sewa lahan.
Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Kolok Ir. H. Dahler Djamaris. Dt. Panghulu Sati, MSc tidak memampik hal itu.
Menurutnya, ia bersama tokoh-tokoh masyatakat lainya, bertekad memperjuangkan pengembalian tanah ulayat dari PT. Bukit Asam, Tbk (PTBA) kepada masyarakat hukum adat nagari Kolok.
"Masyarakat dan pemerintah masih menyewa tanah kepada PT. Bukit Asam Tbk", ujarnya. Padahal perusahaan BUMN plat merah itu nyaris dua dekade tidak lagi berproduksi.
Tokoh adat Nagari Kolok itu mengibaratkan. "Kerbau pergi, kubangan tinggal", artinya perusahaan itu bisa saja tidak berproduksi, tapi lahan ulayat eks tambang itu harus kembali pada masyarakat pemilik ulayat.
Menurutnya, ia bersama tokoh masyarakat lainya berusaha membantu membantu proses penyelesaianya.
Masalahi yang tidak menguntungkan masyarakat agar diahhiri oleh manajemen PT. Bukit Asam Tbk.
Selain itu, Kawasan Kandi yang diperkirakan seluas 393 Hektar dikembalikan fungsinya pada Master plan dan blok plan yang dibuat dan di susun 15 tahun yang lalu.
Demikain juga halnya pemilik bangunan rumah di batas- batas Hutan Tanah Kolok yang menyewa tanah kepada PT. Bukit Asam, Tbk harus didata ulang. Hasil pendataan itu akan dijadikan resume untuk mengambil keputusan nanti.
Mantan Kasarker Balai Peningkatan Jalan Nasional (BPJN) wilah I, Sumbar itu, tidak menampik terkait kantor pemerintahan kota Sawahlunto masih dalam status sewa menyewa dengan OT Bukit Asam. "Data pasti belum ditangan, tapi informasinya memang demikian", ujar Dahler.
Meski belum diperoleh keterangan dari Pemerintah kota Saahlunto. Tapi menurut tokoh masyatakat adat nagari Kolok itu. Pemerintah Kota Sawahlunto tidak harus menyewa lahan kepada PT. Bukit Asam Tbk. Karena PTBA tidak lagi berproduksi.
Secara otomatis aset-aset yang berupa gedung, bangunan dan fasilitas yang ditingggalkan PTBA mestinya diserahkan kepada penerintah Kota Sawahlunto “ kata Dahler. (asbb/rosyie)