Kader Partai Demokrat Diseret Ke Persidangan Di PN Bukittinggi Terkait Kasus Penipuan LPG 3 Kg

Namun Jaksa Penuntut Umum masih akan menghadirkan saksi lainya dari
kota Bukittinggi. “Masih ada tiga orang saksi lainya dari kota
Bukittinggi yang harus kita hadirkan”, timpal Jaksa penuntut umum dari
Kejaksaan Negri (Kejari) Bukittinggi Yati Helfira SH. MH, menjawab
pertanyaan.
Menariknya dari lima orang saksi korban yang dihadirkan jaksa.
Umumnya menyebut nama Ir. Mulyadi, sebagai orang yang berperan dan mampu
mengurus perizinan ke agenan Gas LPG 3 Kg ke Pertamina. Dan itu
dibuktikan oleh terdakwa Afronis (On), Direktur Cv. Aslam Bukittinggi.
Setelah pelaku usaha kecil penengah itu berjuang mengurus ke agenan LPG 3
Kg ke Pertamina Medan dan Padang, namun semuanya sia-sia, barulah jasa
Ir. Mulyadi, usahanya tersebut berhasil.
Tapi sukses yang diraih pengusaha kecil itu harus ia membayar mahal.
Artinya sebelum izin prinsip ke agenan diterbitkan oleh Pt. Pertamina
sebagai salah satu agenan LPG 3 Kg di Sumatera Barat, terlebih dahulu
mereka harus membuat perikatan perjanjian kerjasama. Perikatan
perjanjian itu mereka tuangkan dalam beberapa ditum dihadapan notaris
Cahaya Masita SH, tanggal 9 November 2015 tahun silam. Salah satu butir
dari perjanjian itu menyebutkan bagi hasil. 60 % dan, 40%. Artinya Cv.
Aslam sebagai pemilik modal hanya mendapat bagin keuntungan 40%,
sementara penerima jasa pengurusan izin keagenan ke Pertamina itu
memperoleh keuntungan 60%.
“Perikatan perjanjinan itu”, ujar saksi korban Mursanto, karena ia
dipercaya oleh Ir. Mulyadi sebagai perpanjangan tangan untuk mengurus
perizinan ke agenan Gas LPG 34 Kg atas nama Cv. Aslam ke Pertaminan
Jakarta dan, sekaligus menandatangani perjanjian kerjasama. Dan surat
perjanjian itu, katanya sudah terkonsep. Ia datang ke notaris tinggal
tanda tangan. Dan ketika ia menandatangani surat perjanjian kerjasama
itu tidak ada terdakwa, demikian juga ia tidak pernah mendapatkan atau
memegang surat perjanjian tersebut.
Tapi dalam keterangan terpisah pada persidangan Kamis 30/8 ketika
Jaksa penuntut umum menghadirkan saksi Aris Asmardi, menyebut saat
tersangka Afrionis menandatangani akta perjanjian kerjasama dikantor
notaris Cahaya Masita SH, ia melihat ada Mursanto disana, tapi saya
tidak melihat apakah ia ikut menandatangani atau tidak, saat itu saya
hanya mengantarkan terdakwa, ujarnya.
Menjawab pertanyaan majelis hakim. Aris Asmardi mengakui kalau
dirinya se orang kader partai Demokrat. “Saya kader partai partai
Demokrat pak hakim”, ujarnya ketika majelis haklim mnengajukan
pertanyaan terkait dengan statusnya.
Pada bagian lain keterangan. Aris Asmardi mengakui
pertemuan-pertemuan tersangka dengan Ir Mulyadi tidak hanya di hotel
Rocky Bukittinggi, melainkan juga terjadi sebelumnya di rumah aspisari
di Manggih Gantiang Bukittinggi. Eksekusinya barulah di hotel Rocky
Bukittinggi, sebut mantan kayawan Cv. Aslam itu.
Terpisah pada sidang yang sama, jaksa penuntut umum juga menghadirkan
saksi lainya, mantan karyawan Cv. Aslam yang bernama Syafriwan. Lelaki
parobaya itu bertugas sebagai tenaga administrasi di Cv. Aslam. Namun ia
tidak lama bekerja diperusahaan tersebut, setelah jalinan kerjasama
antara Mursanto dan Cv Aslam mulai retak. Atau tepatnya bulan Oktober
2016 ia sudah tidak bekerja lagi diperusahaan tersebut. Namun tenaganya
masih dibutuhkan oleh terdaakwa Afrionis untuk membuat laporan keuangan.
Dan lelaki ini pula yang mengetahui adanya transfer uang dari Pertamina
dalam bentuk transrort fee, yaitu dana kompensasi pengiriman gas LPG 3
Kg bersubsidi ke pangkalan.
Menjawab pertanyaan Jaksa, uang transport fee dari Pertamina itu
masuk kerening perusahaan pada bulan Februari 2017 berjumlah Rp. 50 juta
lebih, katanya.
Tapi dalam laporan keuangan perusahaan, ia tidak memasukannya dalam
pembukan. Inilah yang sempat membuat Jaksa Effendri Eka Saputra SH naik
pitam. “Kok tidak saudara masukan dana transport fee itu dalam
pembukan?”, tanya Jaksa. Mendapat serangan dari jaksa, Syafriwan
gelagapan dan ia binggung.
Kebinggungan saksi terjawab setelah pengacara tersangka Aldefri SH
member solusi, kalau perusahaan tersebut selalu merugi. Kerugian
perusahaan selama tujuh bulan beroperasi terhitung April sampai Oktober
2016, ditutupi tersangka dengan biaya sendiri. “Dana transfer dari
Pertamina dalam bentuk Transfer fee itulah dipakai tersdangka untuk
menutupi kerugian”, ujar Aldefri SH.
Kasus itu sendiri sampai bergulir keranah hukum bermula dari
keinginan tersangka Afrionis (On) untuk dapat menjadi agen gas LPG 3 Kg
untuk daerah pemasaran kota Bukittinggi tapi tidak pernah berhasil,
barulah setelah Ir Mulyadi, anggota komisi VII DPR DRI sebagai mana yang
diungkapkan pengacara tersangka berhasil, sehingga perusahaan itu dapat
ditunjuk menjadi mitra perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk
menyalurkan kebutuhan masyarakat yang disubsidi itu. Tapi dalam
perjalanan jalinan kerjasama yang telah terbina itu tidak berlangsung
lama. Ada ketidak kesepahaman, dan ada yang merasa dirugikan, sehingga
berlanjut kepengadilan. Dan kasusnya sendiri akan dilanjutkan pada
persidangan 3/9 mendatang. (asroelbb/Edwin)