News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Kader Partai Demokrat Diseret Ke Persidangan Di PN Bukittinggi Terkait Kasus Penipuan LPG 3 Kg

Kader Partai Demokrat Diseret Ke Persidangan Di PN Bukittinggi Terkait Kasus Penipuan LPG 3 Kg

Bk. Tinggi. Merapinews. Kasus tindak pidana penipuan kerjasama pendistribusian Liquefied Petrolium Gas (LPG) tabung 3 Kg, masih terus bergulir di Pengadilan Negri (PN) Bukittinggi. Dalam lima kali persidangan, nama Ir. Mulyadi, anggota DPR RI dari daerah pemilihan Sumatera Barat (Sumbar) II, yang meliputi 8 Kabupaten/kota pemilihan masih terus bergulir. Bahkan majelis hakim yang dipimpin ketuanya Supriyatna Rahmad SH, didampingi dua hakim anggota lainya Munawar Hamidi SH dan, Dewi Yanti SH, pada akhir sidang ke IV  tanggal 27/8 lalu sempat menyebut nama Mulyadi, untuk dihadirkan dipersidangan.

Namun Jaksa Penuntut Umum masih akan menghadirkan saksi lainya dari kota Bukittinggi. “Masih ada tiga orang saksi lainya dari kota Bukittinggi yang harus kita hadirkan”, timpal Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negri (Kejari) Bukittinggi  Yati Helfira SH. MH, menjawab pertanyaan.
Menariknya dari lima orang saksi korban yang dihadirkan jaksa. Umumnya menyebut nama Ir. Mulyadi, sebagai orang yang berperan dan mampu mengurus perizinan  ke agenan Gas LPG 3 Kg ke Pertamina. Dan itu dibuktikan oleh terdakwa Afronis (On), Direktur Cv. Aslam Bukittinggi. Setelah pelaku usaha kecil penengah itu berjuang mengurus ke agenan LPG 3 Kg ke Pertamina Medan dan Padang, namun semuanya sia-sia, barulah jasa Ir. Mulyadi, usahanya tersebut berhasil.
Tapi sukses yang diraih pengusaha kecil itu harus ia membayar mahal. Artinya sebelum izin prinsip ke agenan diterbitkan oleh Pt. Pertamina sebagai salah satu agenan LPG 3 Kg di Sumatera Barat,  terlebih dahulu mereka harus membuat perikatan perjanjian kerjasama. Perikatan perjanjian itu mereka tuangkan dalam beberapa ditum dihadapan notaris Cahaya Masita SH, tanggal 9 November 2015 tahun silam. Salah satu butir dari perjanjian itu menyebutkan bagi hasil. 60 % dan, 40%. Artinya Cv. Aslam sebagai pemilik modal hanya mendapat bagin keuntungan 40%, sementara penerima jasa pengurusan izin keagenan ke Pertamina itu memperoleh keuntungan 60%.

Aldefri SH, kuasa hukum terdakwa Afrionis
“Perikatan perjanjinan  itu”, ujar saksi korban Mursanto, karena ia dipercaya oleh Ir. Mulyadi sebagai perpanjangan tangan untuk mengurus perizinan ke agenan Gas LPG 34 Kg atas nama Cv. Aslam ke Pertaminan Jakarta dan, sekaligus menandatangani perjanjian kerjasama. Dan surat perjanjian itu, katanya sudah terkonsep. Ia datang ke notaris tinggal tanda tangan. Dan ketika ia menandatangani surat perjanjian kerjasama itu tidak ada terdakwa, demikian juga ia tidak pernah mendapatkan atau memegang surat perjanjian tersebut.
Tapi dalam keterangan terpisah  pada persidangan Kamis  30/8 ketika Jaksa penuntut umum menghadirkan saksi Aris Asmardi, menyebut saat tersangka Afrionis  menandatangani akta perjanjian kerjasama dikantor notaris Cahaya Masita SH, ia melihat ada  Mursanto disana, tapi saya tidak melihat apakah ia ikut menandatangani atau tidak, saat itu saya hanya mengantarkan terdakwa, ujarnya.
Menjawab pertanyaan majelis hakim. Aris Asmardi mengakui kalau dirinya se orang kader partai Demokrat. “Saya kader partai partai Demokrat pak hakim”, ujarnya ketika majelis haklim mnengajukan pertanyaan terkait dengan statusnya.
Pada bagian lain keterangan. Aris Asmardi mengakui pertemuan-pertemuan tersangka dengan Ir Mulyadi tidak hanya di hotel Rocky Bukittinggi, melainkan juga terjadi sebelumnya di rumah aspisari di Manggih Gantiang Bukittinggi. Eksekusinya barulah di hotel Rocky Bukittinggi, sebut mantan kayawan Cv. Aslam itu.
Terpisah pada sidang yang sama, jaksa penuntut umum juga menghadirkan saksi lainya, mantan karyawan Cv. Aslam yang bernama Syafriwan. Lelaki parobaya itu bertugas sebagai tenaga administrasi di Cv. Aslam. Namun ia tidak lama bekerja diperusahaan tersebut, setelah jalinan kerjasama antara Mursanto dan Cv Aslam mulai retak. Atau tepatnya bulan Oktober 2016 ia sudah tidak bekerja lagi diperusahaan tersebut. Namun tenaganya masih dibutuhkan oleh terdaakwa Afrionis untuk membuat laporan keuangan. Dan lelaki ini pula yang mengetahui adanya transfer uang dari Pertamina dalam bentuk transrort fee, yaitu dana kompensasi pengiriman gas LPG 3 Kg bersubsidi ke pangkalan.
Menjawab pertanyaan Jaksa, uang transport fee dari Pertamina itu masuk kerening perusahaan pada bulan Februari 2017 berjumlah Rp. 50 juta lebih, katanya.
Tapi dalam laporan keuangan perusahaan, ia tidak memasukannya dalam pembukan. Inilah yang sempat membuat Jaksa Effendri Eka Saputra SH naik pitam. “Kok tidak saudara masukan dana transport fee itu dalam pembukan?”, tanya Jaksa. Mendapat serangan dari jaksa, Syafriwan gelagapan dan ia binggung.
Kebinggungan saksi terjawab setelah pengacara tersangka Aldefri SH member solusi, kalau perusahaan tersebut selalu merugi. Kerugian perusahaan selama tujuh bulan beroperasi terhitung April sampai Oktober 2016, ditutupi tersangka dengan biaya sendiri. “Dana transfer dari Pertamina dalam bentuk Transfer fee itulah dipakai tersdangka untuk menutupi kerugian”, ujar Aldefri SH.
Kasus itu sendiri sampai bergulir keranah hukum bermula dari keinginan tersangka Afrionis (On) untuk dapat menjadi agen gas LPG 3 Kg untuk daerah pemasaran kota Bukittinggi tapi tidak pernah berhasil, barulah setelah Ir Mulyadi, anggota komisi VII DPR DRI sebagai mana yang diungkapkan pengacara tersangka berhasil, sehingga perusahaan itu dapat ditunjuk menjadi mitra perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menyalurkan kebutuhan masyarakat yang disubsidi itu. Tapi dalam perjalanan  jalinan kerjasama yang telah terbina itu tidak berlangsung lama. Ada ketidak kesepahaman, dan ada yang merasa dirugikan, sehingga berlanjut kepengadilan. Dan kasusnya sendiri akan dilanjutkan pada persidangan 3/9 mendatang. (asroelbb/Edwin)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.