News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Komisi Yudisial Awasi Sidang PT. Bukit Asam di PTUN Padang

Komisi Yudisial Awasi Sidang PT. Bukit Asam di PTUN Padang


Jakarta merapinews.com – Keterlibatan Komisi Yudisial dalam pemantauan persidangan antara PT. Bukiti Asam (BA) melawan rakyat pemegang sertifikat tanah sangat penting. Hal ini untuk memberikan kepastian dan keadilan hukum bagi rakyat.

Fakta-fakta di persidangan menunjukkan bahwa PT. Bukit Asam bukanlah pemilik hak atas lahan yang sesungguhnya tanah konsesi pertambangan milik suku adat Kolok.
 
Klaim atas kepemilikian tanah oleh PT. Bukit Asam itu berdasarkan pada Besluit Gubernur General van Nederlands Indie tanggal 15 Maret 1892 dan surat Direksi Der Staat Spoorwagen tanggal 17 April 1898. Penggugat telah menerima penyerahan tanah tersebut dari ninik mamak dan Wali Nagari Kolok guna dijadikan kawasan daerah pertambangan.

PT Bukit Asam Tbk menggugat Kantor Pertanahan Sawahlunto ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Padang, terkait diterbitkan Kantor Pertanahan Sawahlunto 7 sertifikat di atas tanah hak milik PT Bukit Asam.

Pernyataan Kuasa Hukum terkait konsesi pertambangan menunjukkan itikad tidak baik dari PT Bukit Asam. Pasalnya PT BA sudah tidak pernah melakukan penambangan lagi sejak tahun 2007. Konsesi penambangan yang dikeluarkan oleh untuk PT BA tidak pernah dijalankan.

Sejarah PT BA yang kabur sejak peristiwa 1998, lalu tiba-tiba setelah Walikota Sawahlunto Amran Nur melakukan renovasi dengan biaya Pemda Sawahlunto, pada 2016 dengan entengnya PT BA datang kembali bak Kompeni Menang Perang. Sejak saat itu, mulai 2017 Pemkot Sawahlunto diwajibkan untuk menyewa berbagai kantor yang ditempati oleh Pemda Sawahlunto, hasil dari renovasi akibat diterlantarkan oleh PT BA.

Hanya di Sawahlunto Pemda membayar sewa untuk kantor-kantor mereka kepada perusahaan BUMN. Padahal secara hukum lahan, gedung, tanah, bangunan, dan lokasi tambang yang menjadi konsesi, ketika kegiatan penambangan selesai, harus dikembalikan ke pemilik yakni masyarakat adat Negari Kolok, tulis laman kabardaerah.com.

Fakta di lapangan adalah PT. BA belum mengembalikan lahan yang sudah tidak ditambang. PT. BA saat ini sudah tidak melakukan kegiatan penambangan. Demi hukum sesuai dengan besluit Gubernur General Van Nederlands Indie tanggak 15 Maret 1892 dan surat tentang pesta adat pada 17 April 1898, maka semua lahan, bangunan, dan area tambang harus dikembalikan kepada warga Nagari Kolok. "Kerbau pergi kubangan tingga", 

Mengacu pada surat tersebut, maka PT BA sebagai kelanjutan usaha Kolonial Belanda, hanya sebatas memiliki konsesi, bukan hak milik. Artinya, konsesi itu sebatas penguasaan untuk usaha pertambangan yang dibatasi jangka waktu dan dapat diperpanjang lagi, sehingga bukan merupakan hak milik PT BA.

PT BA pun dalam menentukan batas-batas wilayah konsesi terbaru yang diserahkan oleh PT BA berdasarkan peta tertanggal 18 September 2018 berdasarkan koordinat yang dibuat sendiri oleh PT BA. Bukan peta yang disetujui dan dibuat oleh Kantor Pertanahan Sawahlunto.

Bukti lain yang lebih meyakinkan adalah objek sengketa di luar Izin Usaha Pertambangan (IUP) / Kuasa Penambangan (KP) dan di luar peta bidang tanah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Sawahlunto pada 2010.

Lebih lanjut kekonyolan terjadi terkait pengadilan di PTUN Padang ini. Persidangan ini semestinya tidak perlu dilakukan. Karena sesuai dengan yurisprudensi hukum dari Mahkamah Agung terkait sengketa kepemilikan tanah, harus diajukan di pengadilan umum, bukan pengadilan Tata Usaha Negara. Nah, dalam hal ini PT. BA sudah jelas bukan pemilik tanah. Cuma pemegang konsesi pertambangan.

Sangat menarik motif ngototnya PT BA untuk menguasai seluruh lahan, baik berdasarkan peta konsesi terakhir seluas 2,935 hektare dikeluarkan oleh Walikota Sawahlunto. Konsesi penguasaan tanah tambang oleh PT Bukit Asam sesuai dengan Surat Keputusan No 612/SK-DJ/DDP.104/Pertam/1977 tanggal 24 April 1977 dengan jangka waktu usaha 30 tahun.

Nah dalam hal ini PT BA sudah jelas bukan pemilik tanah, sebagaimana yang tercamtum dalam pertimbangan hukum pada keputusan Pengadilan Negeri Sawahlunto No: 02/PDT.G/1998/PN.SWL halaman 54. Apalagi objek perkara yang digugat oleh PT BA ini tidak termasuk lagi di dalam KP yang masih berlaku, meskipun tidak pernah melakukan aktivitas pertambangan.

Pemberian konsesi ini pun janggal karena pada 1998-2003 menelantarkan dan meninggalkan lahan tambang. PT Bukit Asam mengembalikan 10.000 ha tanah kepada pemilik hak ulayat. Ini sesuai dengan ketentuan hukum, bahwa setelah ditambang, penambang wajib mengembalikan ke pemilik semula, sesuai dengan perolehan semula.

Upaya hukum PT BA untuk menguasai tanah sebagai hak miliknya, yang sudah tidak melakukan aktivitas penambangan sejak 2007, tampaknya sudah melanggar hukum tentang KP. PT BA yang tidak melakukan penambangan rupanya ingin menguasai asset eks tambang. Apalagi Tambang Ombilin telah ditetapkan oleh Unesco menjadi Warisan Dunia pada 2019.

Hanya di Indonesia Warisan Budaya Dunia dikelola oleh sebuah perusahaan. Unesco bisa membatalkan predikat sebagai Warisan Dunia dan tidak akan mengucurkan dana untuk pemeliharaan dan pelestarian jika masih menyisakan konflik kepentingan bukan hanya dengan masyarakat, namun juga Pemkot Sawahlunto.

Untuk itu sangat penting Komisi Yudisial mengawasi sidang sengketa lahan di PTUN Padang antara PT Bukit Asam dan para pemegang 7 sertifikat tanah. Perhatian ditujukan untuk legalitas persidangan dan motif PT BA yang ingin menjadikan asset eks tambang (karena sudah tidak digarap oleh PT BA), yang termotivasi untuk menyerobot pengelolaan eks Tambang Ombilin sebagai milik rakyat.

Sebagai catatan gugatan akan segera dilayangkan untuk meminta seluruh lahan dan bangunan eks Tambang yang tidak terkait dengan aktivitas KP oleh PT BA untuk dikembalikan kepada masyarakat adat Nagari Kolok.

Juga terkait motif menjadikan konsesi tambang sebagai asset hak milik yang menyalahi aturan. Berdasarkan peraturan pemegang KP jika tidak melakukan kegiatan penambangan tentu dicabut konsesinya. PT BA seharusnya mengembalikan tanah kepada masyarakat adat Nagari Kolok sebagai pemilik tanah. (NNK).

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.