Soal SKB 3 Menteri, " Iyo Kan Nan Dinyo, Laluan Nan Dek Awak".
Oleh : M.Khudri.
Pengamat pendidikan Kab. Agam.
Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yaitu Mentri Pendidikan Nadiem Makariem, Menteri Agama Yaqut Cholil dan Mendagri Tito Karnavian yang melarang sekolah negeri mewajibkan pakaian seragam khas agama, sangat mengusik umat Islam khususnya masyarakat Minangkabau.
SKB 3 Menteri ini terbit dengan Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, dan Nomor 219 Tahun 2021 Tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerinta Daerah Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dalam salinan SKB 3 menteri ini disebutkan peserta didik, pendidik dan tenaga pendidikan di lingkungan sekolah berhak untuk memilih menggunakan pakaian seragam dan atribut tanpa kekhasan agama tertentu atau dengan kekhasan tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah daerah dan sekolah memberikan kebebasan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk memilih menggunakan pakaian seragam dan atribut, demikian isi salinan SKB 3 Menteri.
SKB 3 Menteri ini juga memuat sanksi bagi pimpinan pemerintah daerah atau kepala sekolah bagi yang tidak melaksanakan keputusan ini. Dipaparkan, Pemda bisa memberikan sanksi disiplin bagi kepala sekolah pendidik, atau tenaga kependidikan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemendari juga bisa memberi sanksi kepada gubernur berupa teguran tertulis dan atau sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Karena ada peraturan bahwa itu haknya individu. Berarti konsekuensinya adalah Pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan-aturan yang mewajibkan ataupun melarang atribut tersebut paling lama 30 hari sejak keputusan bersama ini ditetapkan, itu kata Mendiknas.
SKB ini dikecualikan untuk Provinsi Aceh. Kata Nadiem lagi, peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari ketentuan Keputusan bersama ini sesuai kekhususan Aceh berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh.
Walaupun demikian, SKB ini telah membuat heboh negeri ini. Polemik berlarut larut, pro kontra terjadi, ada sekolah dan daerah yang mendukung dan banyak pula yang menolak.
Majlis Ulama Indonesia (MUI) menolak SKB itu, karena bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 dan UU Pendidikan.
MUI Sumatera Barat sependapat dengan MUI Pusat, bahkan ketuanya Buya Gusrizal Gazahar mengumpulkan ulama dan tokoh masyarakat Sumbar untuk menyatakan menolak SKB itu.
Mantan Walikota Padang Fauzi Bahar, yang membuat aturan pakaian muslim di sekolah mulai SD dan SLTA di Kota Padang sering diwawancara oleh media televisi mainstream dan dia dengan tegas menolak SKB itu.
Menurut Fauzi, memberikan kebebasan memilih pakaian kepada anak sekolah di Sumatera Barat ini, itu sama saja membiarkan sebagian mereka membuka aurat.
Minangkabau ini berfilosofi adat bersandi syarat, syarak bersandi kitabullah. " Kami menolak surat keputusan itu!" katanya.
Aawal polemik itu terjadi di SMK Negeri 2 Padang. Seorang siswi baru non muslim merasa ada paksaan untuk berpakaian jilbab, dan orang tua yang bersangkutan memprotes kemudian menviralkan protesnya, padahal selama ini kebijakan itu tidak ada yang mempermasalahkan.
Untuk apa dimasalahkan? sebab memakai jilbab tidak melanggar ajaran agama apapun, lagi pula jika siswa non muslim "membana " baik baik, pasti tidak menjadi persoalan.
Wali kota Pariaman pekan lalu dengan lantang menyatakan menolak SKB itu. Artinya, di Kota Pariaman, sekolah negeri tetap mewajibkan siswinya memakai jilbab, kecuali jika non muslim atau tidak akan melarang anak non muslim jika ingin berjilbab juga.
Tak mau ketinggalan, Dewan Pendidikan Sumbar yang diketuai DR.H.Syarifudin juga menolak surat keputusan itu melalui surat bernomor 004/DP-SB/A/I/2021, tanggal 12 Februari 2021, Perihal : Penolakan dan Permintaan Pencabutan SKB 3 Menteri.
Surat itu ditandatangani Dr. H. Syarifuddin selaku ketua dan Dr. Ismira, M.Pd selaku sekretaris. Surat itu ditujukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di Jakarta.
Ketua Dewan Pendidikan menyatakan penolakan dan permintaan pencabutan SKB 3 Menteri itu dilakukan dengan berbagai pertimbangan.
“Dengan berbagai pertimbangan, kami dari Dewan Pendidikan Sumatera Barat meminta kepada Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan dua kementerian lainnya untuk mencabut SKB 3 Menteri ini,” katanya.
Berbagai pertimbangan tersebut antara lain Pancasila, UUD 45 dan Filosofi Budaya Minangkabau yang berbunyi “Adat Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah”, merupakan cita-cita ideal bangsa yang sudah seiring sejalan untuk menciptakan manusia Indonesia yang beriman, cerdas, berkarakter dan berbudaya.
Pakaian muslimah merupakan salah satu upaya untuk merealisasikan cita-cita tersebut.
Melihat respon pemerintah pusat yang cenderung sangat tergesa gesa dan emosional merespon isu jilbab SMK 2 Padang, tampaknya penolakan penolakan yang datang dari Sumbar ini tidak akan digubris.Jika memang begitu, maka pemerintah, tokoh masyarakat, ormas ormas terutama penyelenggara sekolah sebaiknya tak perlu panik, apalagi bersikap frontal terhadap pusat.
Sumatera Barat bisa menggunakan jurus Minang Sejati, yaitu, Iyo nan dek inyo laluan nan dek awak. Artinya, semua kita bilang SKB SKB masalah, cabut aturan wajib jilbab cabut malah, tapi guru guru dan orang tua secara lisan tetap mewajibkan anak anak tutup aurat.
Jika kita bersibanak saja, SKB3 Menteri itu tidak diacuhkan, juga tidak masalah, sebab sangsi yang dikatakan oleh Mendiknas itu, yakni tak akan turunkan dana BOS, itu.lebih melanggar undang undang.
Jika memang Mas Menteri melaksanakan itu, dia pasti akan dijewer oleh Presiden Jokowi.
Penutup tulisan ini mengutip kata kata viral di Medsos beberapa hari yang lalu, nak tetaplah berjilbab dan menutup aurat, sebab dosa buka aurat tak akan ditanggung oleh Menteri Yang Bertiga itu.(**)qq