Modus Baru Bisnis Esek-Esek Di Atas Mobil Sambil Jalan Ditangkap Satpol PP Bukittinggi
Tagline kota Bukittinggi yang menempatkan Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi kan Kitabullah, yang menjadikan acuan kota agar jauh dari perbuatan maksiat, makin melihat performancenya.
Di Kota berpenduduk 130 ribu jiwa itu, tidak ada lagi ruang bisnis esek-esek.
Walikota Bukittinggi Erman Safar, mengingatkan hal itu, melalui Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) kota Bukittinggi Joni Feri. Sabtu 9/9.
Sejumlah hotel dan rumah-rumah kos-kosan sudah terpantau oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Pol PP) kota Bukittinggi.
Meski demikian pelaku bisnis haram itu tidak kehabisan akal. Kini mereka memanfaatkan mobil menjalankan aksi haram itu.
“Mereka melakukan aksi esek-esek itu diatas mobil sambil jalan”, ujar Kasatpol PP Bukittinggi Joni Ferri.
Kasus itu terungkap setelah tim kami melakukan pemantauan kehidupan malam kota Bukittinggi. Melalui sebuah aplikasi Michat, terpantau ada transaksi haram. Transaksi itu ditelusuri anggota dan ternyata dilakukan diatas mobil.
Didampingi Kepala Seksi (Kasi) Perundang-undangan Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) Irman, dan Kepala Bidang (Kabid) Ketentraman dan Ketertiban (Trantib) Satpol PP Bukittinggi Samsul Ridwan. Joni Feri mengatakan, kasus esek-esek itu terjadi dini hari jam 00.45 Sabtu 9/9 di jalan Tengku Umar Bukittinggi.
Kronologisnya sebut Joni Feri, diatas mobil jenis mini bus warna hitam itu terdapat dua orang pelaku penjual jasa esek-esek. Satu diantara mereka merupakan pelaku Lesbian, Biseksual, Gay dan Transgender (LGBT), satu orang lainya adalah wanita yang penjual jasa pelayanan seksual.
Bila salah satu dari mereka mendapat pelanggan penyuka LGBT, maka yang menyetir kendaraan adalah sang wanita, begitu juga sebaliknya. Aksi itu mereka lakukan sambil mobil jalan.
Meski Joni Feri, tidak mengungkapkan lokasi esek-esek sambil jalan itu, tapi dari pengakuan tersangka, mereka sudah berulang kali melakukan perbuatan itu.
Menjawab pertanyaan, Joni Feri, membantah pelaku merupakan warga kota Bukittinggi. Pelaku esek-esek haram itu datang dari luar kota dan menjadikan kota Bukittinggi sebagai kota Transaksi.
“Tidak... tidak, pelaku bukan warga kota. Mereka datang dari luar kota dan mencari pelanggan di kota Bukittinggi”, tegas Joni Fery.
Menurut Joni Feri, setelah pihaknya berkonsultasi dengan Dinas Sosial Provinsi Sumatera Barat. Pelaku bisnis esek-esek itu dikirim rumah rehabilitasi di Sukarami Kabupaten Solok.
Kecuali itu, sang pelaku LGBT, kami proses lebih lanjut, sebab dipusat rehabilitasi itu belum ada ruang bagi pelaku Biseksual itu.(asroel bb).