Kurun waktu satu dekade (10 tahun) terakhir kondisi kota Bukittinggi tidak baik-baik saja. Sejumlah kebijakan era penguasa Ramlan Nurmatias dan Erman Safar memimpin kota Bukittinggi sebagai wali Kota, dikecam pasangan Marfendi – Fauzan Hafis.
Mereka menilai pembangunan pusat pertokoan pasar atas pasca kebakaan Oktober tahun 2018 contohnya.
Proyek pembangunan pasar atas itu sebagai proyek gagal. Gagal dalam menempatan pedagang. Gagal perencanaan dan gagal pengelolaan.
Sehingga pusat perekonomian masyarakat itu itu tidak memberikan kontribusi apapun terhadap PAD dan perekonomian para pedagang.
“Kini pusat pertokoan itu sepi pengunjung dan sepi transaksi”, ujar Marfendi dan Fauzan Hafis dalam sebuah dialog dengan para Jurnalis kota di Bukittinggi, Selasa 19/11-2024.
Untuk memulihkan kondisi pusat pertokoan Pasar Atas, perlu kajian dengan melibat sejumlah stakeholder.
“Bila kami terpilih sebagai Wali Kota priode 2025-2025, kami akan review kembali Pasar Atas dan pusat-pusat perekonomian lainya. Khusus Pasar Atas peruntukannya akan kami memprioritaskan bagi pedagang pemilik kartu kuning”, ujar Marfendi.
Menjawab pertanyaan, baik Marfendi maupun Fauzan Haviz juga menyoroti Peraturan Wali Kota No. 40 dan 41 tahun 2018 tentang kenaikan retribusi pasar yang mencapai 600% .
Kenaikan retribusi itu tidak realistis. Perwako itu harus ditinjau dan direvisi. Pemberontakan perang Kamang dan perang Mangopoh karena Blasting (pajak).
“Belanda menaikan blasting (pajak) 2,5 % . Itupun memicu para Suhada melakukan perlawanan baik di Kamang maupun di Mangopoh. Mereka angkat senjata dan perang melawan kolonial Belanda”, ujar Marfendi.
Kendati para pedagang baik di pasar Atas, Aur Kuning maupun Pasa Bawah tidak melakukan aksi dalam bentuk fisik, tapi mereka bereaksi diam dan tidak membayar retribusi itu. Dampaknya telah merugikan berbagai pihak.
“Inilah dampak bila penguasa tidak berpihak pada masyarakat. Ini pula PR kami bila terpilih sebagai Wali Kota Bukittinggi priode 2025-2025, sebab pada saat bersamaan tahun 2026 pengelolaan Banto Trade Centre sudah kembali ke tangan Pemko Bukittinggi ”, ujar Marfendi.
Marfendi tidak menampik konstelasi politik jelang hari “H” pemilihan kepala daerah tanggal 27 November 2024, semakin panas. Masing-masing kandidat yang berlaga di pesta demokrasi rakyat kota Bukittinggi sebagian sudah ada yang menghalalkan cara, demikian juga halnya ada pihak-pihak yang berupaya menghentikan langkah kami maju sebagai Wali Kota Bukittinggi priode 2025-2030.
“Ya... ada pihak-pihak yang berupaya menghentikan langkah kami agar diam, tidak berekreasi jelang hari “H” pemilihan dengan iming-iming”, timpal Fauzan Hafis.
“Namun semua itu kami abaikan, sebab kami ingin menyelamatkan kota Bukittinggi”, ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, duo tokoh politik kota Bukitinggi itu, juga menyoroti Bantuan Zakat Nasional (Baznas) Bukittinggi yang tidak tepat sasaran.
Baznas itu, kata Buya Marfendi terdiri dari 8 nazab, salah satu nazab itu menyebut yang tidak boleh menerima adalah mereka yang punya kemampuan cukup.
Realitanya di Baznas Bukittinggi, justru ada penerima yang punya kemampuan cukup karena kedekatan dengan penguasa. “Ini yang tidak boleh, hukumannya sama dengan pencuri, kalau pencuri tangan yang dipotong, papar Buya Marefendi.(asroel bb).